Rabu, 20 November 2013

konsep dasar nyeri

Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi
Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri di antaranya (Barbara Clang, 1989).
  • Teori pemisahan (specificity theory)
Rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal coid) melalui corna dorsatis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke kontraktus dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhirnya di konteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut.
  • Teori pola (pattern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan merangsang aktivitas sel.
  • Teori pengendalian gerbang (gate control theory)
Nyeri tergantung dari kerja serat otot saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat syaraf besar akan meningkatkan aktifitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktifitas sel terlambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terlambat.
  • Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulasi pada noceciptor memulai transmisi impuls-impuls syarafi, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neureurotranmitter yang spesifik, kemudian inhibisi impul nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif.
(Hidayat, Aziz, 2008, hal. 124)

Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)
Respon Psikologis
respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Jenis dan Bentuk Nyeri
Jenis nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri :
1.      Nyeri perifer
Nyeri perifer ada tiga macam, yaitu :
a.       Nyeri superficial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.
b.      Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulai pada reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks.
c.       Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
2.      Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak, dan thalamus.
3.      Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali nyeri ini muncul karena factor psikologis.
Bentuk nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
1.      Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Biasanya gejala mendadak dan penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2.      Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bias diketahui ataupun tidak. Nyeri cenderung hilang dan timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sulit untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri kronis antara lain penderita mudah teringgung dan sering mengalami insomnia, akibatnya mereka kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul pada periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri.
Perbedaan nyeri Akur dan Kronis
Karakteristik
Nyeri Akut
Nyeri Kronis
Pengalaman
Satu kejadian
Satucsituasi, status eksistensi
Sumber
Sebab eksternal atau penyakit dari dalam
Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama
Serangan
Mendadak
Bisa mendadak, berkembang,dan terselubng
Waktu
Sampai 6 bulan
Lebih dari enam bulan sampai bertahun-tahun
Pernyataan nyeri
Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti
Daerah nyeri sulit dibedakan intensitasnya, sehingga sulit dievaluasi (perubahan perasaan)
Gejala-gejalaklinis
Pola respons yang khas dengan gejala yang lebih jelas
Pola respons yang bervariasi dengan sedikit gejala (adaptasi)
Pola
Terbatas
Berlangsung terus,dapat bervariasi
Perjalanan
Biasanya berkurang setelah beberapa saat
Penderitaan meningkat setelah beberapa saat
Selain nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, diantaranya nyeri somatis,nyeri viseral, nyeri menjalar (referent pain), nyeri psikogenik,nyeri phantom dari ekstremitas, nyer neurologis,dan lain-lain.
Nyeri somatis dan nyeri viseral ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan dibawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang. Perbedaan antara keduanya dilihat pada tabel berikut:
Karakteristik
Nyeri Somatis

Nyeri Viseral

Superfisial
Dalam

Menjalar
Tidak
Tidak
Ya
Stimulus
Torehan, abrasi terlalu panas dan dingin
Torehan, panas, iskemia pergeseran tempat
Distensi, iskemia, spasmus, iritasi kimiawi (tidak ada torehan)
Reaksi otonom
Tidak
Ya
Ya
Refleks kontraksi
Tidak
Ya
Ya
Otot
-
-
-

Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain, umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ viseral. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang timbul akibat psikologis. Nyeri phantum adalah nyeri yang disebabkan karena salah satu ekstremitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau dibeberapa jalur saraf.
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQlCcWoEJVZVKwfRgZQLyeEFu5OtvZ1X0Wgt9IJ5OoqIJNMNkuBG44uV63Ys1we3oH56KhnBQcEig4ui5QRtnbf4LiU_UqGyoQfYrV_44H4pXxN3mIMmrze0anuPbAy9-DKplOcNuEQ7iC/s320/untitled.JPG
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH NYERI    
  1. Pengkajian
  • Pengumpulan Data
  1. Keluhan utama
  • Keluhan yang paling dirasakan klien
    • Klien mengatakan nyeri
      • P    : Paliatif     : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri
      • Q   : Qualitatif :  Seperti apa, tajam, tumpul, atau tersayat
      • R    : Regio       :  Daerah perjalan nyeri
      • S    : Severe      :  Keparahan atau intensitas nyeri
      • T    : Time         :  Lama waktu serangan atau frequensi nyeri
  1. Pemeriksaan fisik
  • Tanda-tanda vital    : Tekanan darah, nadi, pernafasan
  • Perilaku                   : Meletakkan tangan di paha, tungkai, dan paha flexi
  • Expresi wajah
DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Nyeri kronik yang berhubungan dengan invasi jaringan akibat kanker abdomen   :  Implementasi penatalaksanaan obat dengan fentanya transdermi
Jelaskan pada pasien dan pasangannya tentang efek samping yang diharapkan, jadwal penggantian patah, metode penanganan cara pemecahan untuk nyeri aktif.
R :  Obat transdermal menghindari absorbsi gastrointestinal. Obat ini diindikasikan bagi klien yang mengalami nyeri yang konstan (Joko dkk, 1994)
 Ajarkan pasangan klien untuk melakukan massage punggung dengan usapan lembut.
R :  Massage punggung dengan usapan lembut dan upaya yang mudah dilakukan, memakan aktu yang singkat dan telah terbukti menyebabkan relaksasi (Meck, 1993).

  1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan stress
    1. I:  Teliti keluhan nyeri catat skala nyerinya, lokasi dan lamanya 
R :  Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien untuk mengevaluasi keefektifan dan terapi yang diberikan.
  1. I  :  Catat kemungkinan patofisiologis yang khas, misalnya Hipertensi
R :  Pemahaman terhadap keadaan penyakit yang mendasarinya membantu dalam memilih intervensi yang sesuai
I  :  Anjurkan pasien untuk beristirahat
R :  Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi ketegangan
  1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penyempitan pembuluh darah.
    1. I  :  Lakukan pendekatan dengan klien dan keluarga
R :  Klien dan keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan
  1. I  :  Kaji tingkat nyeri
R :  Melakukan tingkat nyeri dan untuk menentukan tindakan selanjutnya
  1. I  :  Ciptakan lingkungan yang nyaman
R :  Memberikan ketenangan pada pasien
  1. I  :  Kolaborasi dengan tim medis
R :  Untuk mengurangi rangsangan nyeri

  1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan
    1. I  :  Lakukan pendekatan dengan pasien dan keluarga
R :  Agar pasien dan keluarganya lebih kooperatif dalam tindakan keperawatan
  1. I  :  Kaji tingkat nyeri
R :  Untuk mengetahui tingkat nyeri
  1. I  :  Menciptakan lingkungan yang nyaman
R :  Untuk memberikan ketenangan kepada pasien
  1. I  :  Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
R :  Untuk mengurangi rasa nyeri
1.      I  :  Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan analgesik
R :  Untuk mengurangi rasa nyeri

KRITERIA EVALUASI
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri diantaranya :
  • Hilangnya perasaan nyeri
  • Menurunnya intensitas nyeri
  • Adanya respon fisiologis yang baik
  • Pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhannya

1.      I.              PENGKAJIAN
Tanggal MRS         :     24 Juli 2010      jam 12.30 WIB
Tanggal pengkajian       :            26 Juli 2010     jam 11.30 WIB
  1. Data Subyektif
Identitas  Pasien
Nama                         : Tn. ”K”
Umur                          : 49 tahun
Jenis Kelamin             : Laki-laki
Agama                       : Islam
Status Marital            : Menikah
Suku Bangsa              : Indonesia / Jawa
Alamat                       : Betek Mojoagung
Pekerjaan                   : Swasta

  1. Penanggung Jawab   
Nama                         : Ny. ”K”
Umur                          : 45 tahun
Jenis Kelamin             : Perempuan
Agama                       : Islam
Status                         : Istri
Pekerjaan                   : Swasta

  1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian perut bawah sebelah kanan

  1. Riwayat Kesehatan
    1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan sakit perut karena kurang nafsu makan, sakitnya seperti di tusuk-tusuk. Pasien sakit perut di sebelah kanan bagian bawah, skala nyeri menurut Maxwell 3, nyeri pasien bertambah, sehingga pada tanggal 24 Juli 2010 pada jam 12.30 WIB pasien dibawa ke RSUD Jombang.


  1. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular, menurun dan menahun.

  1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu psaien mengatakan keluarganya tidak pernah menderita penyakit menurun dan menular dalam keluarga.

  1. Data Obyektif
    1. K/U             : Lemah
Kesadaran   : Composmentis
  1. TTV
TD    : 130/90 mmHg
N       : 82 x/menit
D       : 36,5 oC
RR    : 24 x/menit
  1. Riwayat kesehatan sekarang
P     : Banyaknya aktivitas, kurangnya istirahat
Q    : Tersayat
R    : Kepala
S     : Berat (8-9)
T     : Lama nyeri 3 hari

  1. Pemeriksaan fisik (Head to too)
    1. Kepala
Inspeksi   :  Bentuk simetris, rambut hitam, tidak ada benjolan
Palpasi     :  Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan
  1. Mata
Inspeksi   :  Simetris, conjungtiva pucat, mata gawong, sklera merah
  1. Hidung
Inspeksi   :  Simetris, tidak ada sekret, tidak ada polip
  1. Mulut
Inspeksi   :  Bibir kering, gigi agak kotor, mulut bau dan tidak ada gigi palsu
  1. Telinga
Inspeksi   :  Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada alat bantu pendengaran
  1. Leher
Inspeksi   :  Tidak ada odema, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
  1. Dada
Inspeksi      :  Simetris, tidak ada benjolan
Palpasi        : Tidak ada oedema, ada nyeri tekan bagian tengah
Auskultasi   :  Tidak ada wheezing dan ronchi, pernafasan vesikuler normal (24 x/menit)
Perkusi        :  Suara dada sonar
  1. Abdomen
Inspeksi      :  Tidak ada benjolan, tidak ada lesi (luka)
Auskultasi  : Bising  usus normal (30 x/menit)
Palpasi        :  Turgor kulit, abdomen lunak, ada nyeri tekan
Perkusi        :  ± ympani
  1. Genetalia
Inspeksi      :  Tidak terpasang kateter, bersih
  1. Integumen
Inspeksi      :  Warna sawo matang, kering, kurang bersih
Palpasi        :  Tidak ada odema, turgor kulit normal
  1. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi   :  Simetris, tidak ada odema, terpasang infus di tangan kanan (infus Rl dengan 7 tetes/menit)
Ekstremitas Bawah
Inspeksi   :  Simetris, tidak ada odema, tidak ada kelumpuhan
Perkusi    : Reflek patella (+/+)
Kekuatan Otot
AKA
5
AKI
5
5
BKA
5
BKI
Keterangan :
AKA   : Atas Kanan,              BKA : Bawah Kanan
AKI     : Atas Kiri,                  BKI   : Bawah Kiri
  1. Tidak dapat mengangkat sama sekali
  2. Dapat mengangkat, tapi tidak begitu tinggi
  3. Dapat mengangkat, tetapi tidak dapat menahan beban
  4. Dapat mengangkat, dapat menahan beban harus di sanggah
  5. Dapat mengangkat dan dapat menahan beban yang ada
    1. Pola fungsi kesehatan
      1. Persepsi terhadap kesehatan
  • Pemakai rokok / tembakau
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah merokok
  • Pemakai alkohol
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang
  • Pola makan yang di sukai, pantangan, dan tidak di sukai pasien

  1. Pola aktifitas dan latihan
AKTIVITAS
Di rumah
Di rumah sakit
skor
Skor
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
Mandi
Ö





Ö



Berpakaian
Ö





Ö



Berdandan
Ö





Ö



Mobilisasi ditempat tidur
Ö






Ö


Pindah
Ö






Ö


Merapikan tempat tidur
Ö






Ö


Keterangan :
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : perlu bantuan orang lain
3 : perlu bantuan orang lain dan alat
4 : bergantung dan tidak mampu

  1. Pola istirahat dan tidur
Di rumah           :  Siang + 2 jam, dengan kualitas tidur cukup nyenyak
Malam + 6-7 jam, dengan kualitas tidur cukup nyenyak.
Di rumah sakit :  Tidak tentu, karena pasien di rumah sakit merasa nyeri perut bagian bawah sebelah kanan, sehingga pasien di rumah sakit merasa teranggu, kualitas tidur berkurang dari pada di rumah
  1. Pola nutrisi
Di rumah           :  Makan 3 x/hari, porsi sedang (nasi, lauk, sayur)
Minum 6 – 7 gelas/hari (air putih)
Di rumah sakit :  Makan 2 semdok sering mungkin selama 1 hari (bubur halus, sayur, daging)
Minum 6 – 7 gelas/hari air putih
  1. Pola eliminasi
Di rumah           :  BAK : 5 – 6 x/hari, warna kuning, agak keruh dan bau khas
BAB :  3 x/hari, warna kuning, lembek dan bau khas
Di rumah sakit :  BAK : 4 x/hari (warna kuning dan bau khas)
BAB : 3 x/hari (warna kuning, lembek dan bau khas)
  1. Personal Hygiene
Di rumah           :  Mandi 2 x/hari, gosok gigi 2 x/hari, keramas 1 x/3 hari, ganti baju dalam dan pakaian 1 x 2 hari
Di rumah sakit :  Belum pernah mandi, hanya diseka pagi dan sore hari (hanya bagian luar) sampai dengan (kaki dan wajah) belum pernah gosok gigi dan keramas, ganti pakaian 1 x/hari

  1. Keadaan Spiritual
Pasien mengatakan selalu berdoa agar cepat sembuh

  1. Keadaan Psikososial
Pasien mengatakan merasa gelisah dengan keadaan sekarang

  1. Keadaan Sosial dan Budaya
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan tetangga baik

  1. Data Penunjang
  • Hasil Laboratorium
HEMATOLOGI
HASIL
NILAI NORMAL
CELL DYN
-    Hemoglobin
-    Leukosit
-    Hematokrit
-    Eritrosit
-    Trombosit
LED
KIMIA KLINIK
-    Glukosa sewaktu
-    Billirubin T
-    Billrubin D
-    SGOT
-    SGPT
-    Kreatinin serum
-    Urea
-    Asam urat
IMUNOLOGI
-    HBS Ag (RPHA)
-    Anti HBS (RPHA)
-     
-    10,4
-    7.000
-    34,8
-    4.260.000
-    466.000
-    29/53

-    116
-    0,93
-    0,37
-    68
-    29
-    1,17
-    16,5
-    5,37

-    Positif
-    Negatif

-    11,4 – 17,7 g/dl
-    4.700 – 10.300 /cmm
-    37 – 48 %
-    L : 4,5 – 5,5 / P : 4 -5 jt/ul
-    150.000 – 350.000 / cmm
-    0 – 20 /jam

-    < 140 mg/dl
-    0,3 – 1,0 mg/dl
-    < 0,25 ng/dl
-    < 38 u/l
-    40 u/l
-    L < 1,5; P < 1,2 mg/dl
-    10 – 50 mg/dl
-    3,6 – 7,0 mg/dl





  • Terapi pengobatan
-          Infus Rl di tangan kiri (7 tetes/menit)
-          Ranitidin              2 x 1 (1 ampul)
-          Acran                   3 x 1 (1 ampul)
-          Hepa Q                3 x sehari
-          Cefotaximo          3 x 1 (1 ampul)
-          Myamit                3 x 1 tablet/oral

  1. II.           ANALISIS DATA     
Data
Etiologi
Masalah
Ds  :  Pasien mengatakan nyeri bagian bawah sebelah kanan
Do :  kesadaran composmentis
K/U lemah
TTV : TD : 120/80 mmHg
         : N   : 85 x/menit
           S    : 37,3 oC
           RR : 24 x/menit
Pemeriksaan fisik
Mata    : conjungtiva pucat
Cornea : bintik-bintik
Mulut   : mukosa bibir kering
-       Terpasang infus Rl di tangan  kanan
-       Pola nutrisi
Makan : ± 2 sendok/sehari
Minum : 6-7 gelas/sehari
-       Hasil laboratorium Hemoglobin 10,4
Pembesaran hepar yang mendesak organ lain
Gangguan rasa nyaman ”nyeri”


  1. III.        RENCANA KEPERAWATAN
Nama                         : Tn. ”K”
Dx Keperawatan
PERENCANAAN
RASIONAL
TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI
Gangguan rasa nyaman “nyeri” ditandai dengan
Dx :  pasien megatakan nyeri pada perut bawah bagian kanan
Do :  K/U lemah
-  Wajah pasien menyeringai
-  Ada nyeri tekan pada perut bagian kanan bawah
-  Sklera kuning
-  Abdomen kembung
-  Perut bagian kanan sedikit membesar
-  Skala nyeri 3 maxwell
-  Kuku kuning
-  Pasien memgangi perutnya
TTV : TD : 120/80 mmHg
         : N   : 85 x/menit
           RR : 20 x/menit
           S    : 37,5 oC
        

Setelah di lakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman (nyeri) dapat berkurang dengan kriteria
-  pasien mengatakan nyerinya berkurang
-  ekspresi wajah pasien tenang tidak meringis kesakitan
- skala nyeri 1 (maxwell)
- pasien dalam keadaan tenang
-  keadaan umum pasien membaik
1.   HE (health education)
-  lakukan pendekatan dengan pasien dan keluarganya
-   jelaskan tentang penyakit yang diderita pasien
1.   Tindakan mandiri
-  Ajarkan keluarga pasien dikompres perutnya dengan air hangat
-  Ajarkan pasien untuk latihan dengan teknik distraksi
-   Memposisikan pasien senyaman mungkin
1.   Observasi
-      Observasi TTV
-      Skala nyeri
1.   kolaborasi dengan tim medis

1. Respon pasien lebih terbuka dan menerima dengan baik
- Pasien lebih tenang dengan penjelasan perawat
1.    Mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien
-   Pasien perhatiannya tidak terfokus pada nyeri yang dialami pasien
-  Memberi kenyamanan bagi pasien untuk beristirahat
1.    mengetahui perkembangan setiap harinya
-   Mengetahui seberapa nyeri  yang dialami pasien
1.   pemberian obat yang tepat diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien
2.   Menjaga kebersihan tubuh pasien
3.   meningkatkan pengetahuan dan membuat pasien kooperatif



  1. IV.        IMPLEMENTASI
Nama      : Tn. ”K”
Masalah : gangguan rasa nyaman ”nyeri” pada perut bagian bawah sebelah kanan
Tanggal
Jam
No
Action
Respon
26 Juli 2010
14.00
1
Melakukan pendekatan pada pasien dan keluarga dengan cara 3S (senyum, sapa, sentuh)
1. keluarga pasien dan pasien ramah serta kooperatif
14.30
2
Melakukan tindakan TTV dengan hasil :
TD : 120/80 mmHg
N    : 75 x/menit
S     : 36,5 oC
RR  : 24 x/menit
2. pasien bersedia untuk diperika dan kooperatif
14.40
3
Melakukan monitoring terhadap nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien
3. pasien memperhatikan dan mau bekerja sama dengan perawat
14.45
4
Membantu pasien dalam kebersihan badan, mulut, rambut dan kuku
4. keluarga pasien bersedia menceritakan makanan yang dikonsumsi oleh pasien baik di rumah maupun di rumah sakit
15.00
5
Membantu pasien makan dalam jumlah sedikit tapi sering
5. pasien bersedia dan memperhatikan perawat
15.15
6
Memberitahu pasien untuk istirahat yang cukup
6. pasien kooperatif dan memenuhi permintaan perawat

15.30
7
Memberikan dan menyiapkan terapi obat sesuai advis dokter / tim medis
-      Ranitidin     1×1 gr(Inj.) 1 ampul
-      Acran          1×1 gr(Inj.) 1 ampul
-      Infus Rl 7 tetes/menit
-      Cefotaxime 3×1 gr tablet oral
-      Caprob        2×1 ampul/IV drip
-      Tomit          2×1 ampul/IV drip
7. pasien merasa tenang dan kooperatif


Tanggal
Jam
No
Action
Respon
27 Juli 2010
07.00
1
Melakukan pendekatan pada pasien dan keluarga dengan cara 3S
1. pasien dan keluarga kooperatif
08.00
2
Melakukan observasi TTV :
TD : 130/90 mmHg
S     : 37 oC
N    : 82 x/menit
RR  : 24 x/menit
2. pasien bersedia diperika dan kooperatif
08.15
3
Melakukan dan merapikan tempat tidur pasien
3. pasien merasa nyaman dan rileks  
08.30
4
Menyajikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
4. pasien bersedia dan bekerja sama dengan baik serta keluarga
09.00
5
Menyiapkan dan memberi obat sesuai tetapi tim medis yaitu
Acran 1×1 gram (inj) 1 ampul
Ranitidin 1×1 gram (inj) 1 ampul
5. pasien kooperatif dan merasa nyaman
09.30
6
Memberitahu pasien untuk istirahat yang cukup
6. pasien kooperatif

  1. V.           CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. “K”
No
Tanggal
Dx keperawatan
Perkembangan
1
26-07-2010
Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S    :  pasien mengatakan nyeri pada perut
O   :  K/U lemah
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N   : 79 x/menit
RR : 24 x/menit
S    : 36,5 oC
Terpasang infus Rl dan transfusi porsi makan : 2 sendok sesering mungkin
A   :  masalah teratasi sebagian
P    :  intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan program pengobatan
- Acran 3×1 gr
- Ranitidin 2×1 gram (1 inj)
2
27-07-2010
Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S    :  pasien mengatakan nyeri berkurang
O   :  K/U lemah
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N   : 80 x/menit
S    : 36 oC
RR : 22 x/menit
A   :  masalah teratasi sebagian
P    :  intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan program pengobatan
- Ranitidin 3×1 gram (1 inj)
- Acran 3×1 gr
- terpasang infus Rl saja porsi makan 2 sendok tapi sering
3
28-07-2010
Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S    :  pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu makan bertambah sedikit
O   :  K/U lemah
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 130/90 mmHg
S    : 37 oC
N   : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
A   :  masalah teratasi sebagian
P    :  intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan pengobatan
- Acran 3×1 gram (injk)
- Ranitidin 2×1 gram (injk)
- Deksal 2×1 gram (injk)
4
29-07-2010
Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S    :  pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu makan bertambah sedikit
O   :  K/U membaik
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N   : 78 x/menit
S    : 37 oC
RR : 24 x/menit
Terpasang infus RL porsi makan sudah banyak
A   :  masalah teratasi sebagian
P    :  intervensi dilanjutkan
- Mengkaji status nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan pengobatan
- Acran 3×1 gram (injk)
- Ranitidin 2×1 gram (injk)

  1. VI.             EVALUASI

No
Tanggal / Jam
Diagnosis Keperawatan
Evaluasi
1
29 Juli 2010

Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S   :  Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O  :  Keadaan umum : lemah
Kesadaran composmentis
GCS : 4, 5, 6
Tanda-Tanda Vital
TD    : 130/90 mmHg
S       : 37 oC
N      : 80 x/menit
RR    : 24 x/menit
A  :  masalah teratasi
P   :  intervensi dihentikan pasien pulang





DAFTAR PUSTAKA


Aziz, Alimul Hidayat , S.Kep., 2006 : 218
Aziz, Alimul Hidayat, 2008 : 1
Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit dalam Edisi Ke-5, Jakarta Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam 2009
Djojobiroto Dr. Respirologi  Jakarta DE, 2007 : 64 – 68)
Price, Sylvia Anderson dan Loraine MW, Patofisiologi Vol. I Edisi 6, Jakarta : EGC, 2005

 Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi
Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri di antaranya (Barbara Clang, 1989).
  • Teori pemisahan (specificity theory)
Rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal coid) melalui corna dorsatis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke kontraktus dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhirnya di konteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut.
  • Teori pola (pattern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan merangsang aktivitas sel.
  • Teori pengendalian gerbang (gate control theory)
Nyeri tergantung dari kerja serat otot saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat syaraf besar akan meningkatkan aktifitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktifitas sel terlambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terlambat.
  • Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulasi pada noceciptor memulai transmisi impuls-impuls syarafi, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neureurotranmitter yang spesifik, kemudian inhibisi impul nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif.
(Hidayat, Aziz, 2008, hal. 124)

Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007)
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)
Respon Psikologis
respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya
Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Jenis dan Bentuk Nyeri
Jenis nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri :
1.      Nyeri perifer
Nyeri perifer ada tiga macam, yaitu :
a.       Nyeri superficial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa.
b.      Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulai pada reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks.
c.       Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
2.      Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak, dan thalamus.
3.      Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali nyeri ini muncul karena factor psikologis.
Bentuk nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
1.      Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. Biasanya gejala mendadak dan penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2.      Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri bias diketahui ataupun tidak. Nyeri cenderung hilang dan timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sulit untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri kronis antara lain penderita mudah teringgung dan sering mengalami insomnia, akibatnya mereka kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul pada periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri.
Perbedaan nyeri Akur dan Kronis
Karakteristik
Nyeri Akut
Nyeri Kronis
Pengalaman
Satu kejadian
Satucsituasi, status eksistensi
Sumber
Sebab eksternal atau penyakit dari dalam
Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama
Serangan
Mendadak
Bisa mendadak, berkembang,dan terselubng
Waktu
Sampai 6 bulan
Lebih dari enam bulan sampai bertahun-tahun
Pernyataan nyeri
Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti
Daerah nyeri sulit dibedakan intensitasnya, sehingga sulit dievaluasi (perubahan perasaan)
Gejala-gejalaklinis
Pola respons yang khas dengan gejala yang lebih jelas
Pola respons yang bervariasi dengan sedikit gejala (adaptasi)
Pola
Terbatas
Berlangsung terus,dapat bervariasi
Perjalanan
Biasanya berkurang setelah beberapa saat
Penderitaan meningkat setelah beberapa saat
Selain nyeri diatas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, diantaranya nyeri somatis,nyeri viseral, nyeri menjalar (referent pain), nyeri psikogenik,nyeri phantom dari ekstremitas, nyer neurologis,dan lain-lain.
Nyeri somatis dan nyeri viseral ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan dibawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang. Perbedaan antara keduanya dilihat pada tabel berikut:
Karakteristik
Nyeri Somatis

Nyeri Viseral

Superfisial
Dalam

Menjalar
Tidak
Tidak
Ya
Stimulus
Torehan, abrasi terlalu panas dan dingin
Torehan, panas, iskemia pergeseran tempat
Distensi, iskemia, spasmus, iritasi kimiawi (tidak ada torehan)
Reaksi otonom
Tidak
Ya
Ya
Refleks kontraksi
Tidak
Ya
Ya
Otot
-
-
-

Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain, umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ viseral. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang timbul akibat psikologis. Nyeri phantum adalah nyeri yang disebabkan karena salah satu ekstremitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau dibeberapa jalur saraf.
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQlCcWoEJVZVKwfRgZQLyeEFu5OtvZ1X0Wgt9IJ5OoqIJNMNkuBG44uV63Ys1we3oH56KhnBQcEig4ui5QRtnbf4LiU_UqGyoQfYrV_44H4pXxN3mIMmrze0anuPbAy9-DKplOcNuEQ7iC/s320/untitled.JPG
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH NYERI    
  1. Pengkajian
  • Pengumpulan Data
  1. Keluhan utama
  • Keluhan yang paling dirasakan klien
    • Klien mengatakan nyeri
      • P    : Paliatif     : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri
      • Q   : Qualitatif :  Seperti apa, tajam, tumpul, atau tersayat
      • R    : Regio       :  Daerah perjalan nyeri
      • S    : Severe      :  Keparahan atau intensitas nyeri
      • T    : Time         :  Lama waktu serangan atau frequensi nyeri
  1. Pemeriksaan fisik
  • Tanda-tanda vital    : Tekanan darah, nadi, pernafasan
  • Perilaku                   : Meletakkan tangan di paha, tungkai, dan paha flexi
  • Expresi wajah
DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Nyeri kronik yang berhubungan dengan invasi jaringan akibat kanker abdomen   :  Implementasi penatalaksanaan obat dengan fentanya transdermi
Jelaskan pada pasien dan pasangannya tentang efek samping yang diharapkan, jadwal penggantian patah, metode penanganan cara pemecahan untuk nyeri aktif.
R :  Obat transdermal menghindari absorbsi gastrointestinal. Obat ini diindikasikan bagi klien yang mengalami nyeri yang konstan (Joko dkk, 1994)
 Ajarkan pasangan klien untuk melakukan massage punggung dengan usapan lembut.
R :  Massage punggung dengan usapan lembut dan upaya yang mudah dilakukan, memakan aktu yang singkat dan telah terbukti menyebabkan relaksasi (Meck, 1993).

  1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan stress
    1. I:  Teliti keluhan nyeri catat skala nyerinya, lokasi dan lamanya 
R :  Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien untuk mengevaluasi keefektifan dan terapi yang diberikan.
  1. I  :  Catat kemungkinan patofisiologis yang khas, misalnya Hipertensi
R :  Pemahaman terhadap keadaan penyakit yang mendasarinya membantu dalam memilih intervensi yang sesuai
I  :  Anjurkan pasien untuk beristirahat
R :  Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi ketegangan
  1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penyempitan pembuluh darah.
    1. I  :  Lakukan pendekatan dengan klien dan keluarga
R :  Klien dan keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan
  1. I  :  Kaji tingkat nyeri
R :  Melakukan tingkat nyeri dan untuk menentukan tindakan selanjutnya
  1. I  :  Ciptakan lingkungan yang nyaman
R :  Memberikan ketenangan pada pasien
  1. I  :  Kolaborasi dengan tim medis
R :  Untuk mengurangi rangsangan nyeri

  1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan
    1. I  :  Lakukan pendekatan dengan pasien dan keluarga
R :  Agar pasien dan keluarganya lebih kooperatif dalam tindakan keperawatan
  1. I  :  Kaji tingkat nyeri
R :  Untuk mengetahui tingkat nyeri
  1. I  :  Menciptakan lingkungan yang nyaman
R :  Untuk memberikan ketenangan kepada pasien
  1. I  :  Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
R :  Untuk mengurangi rasa nyeri
1.      I  :  Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan analgesik
R :  Untuk mengurangi rasa nyeri

KRITERIA EVALUASI
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri diantaranya :
  • Hilangnya perasaan nyeri
  • Menurunnya intensitas nyeri
  • Adanya respon fisiologis yang baik
  • Pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhannya

1.      I.              PENGKAJIAN
Tanggal MRS         :     24 Juli 2010      jam 12.30 WIB
Tanggal pengkajian       :            26 Juli 2010     jam 11.30 WIB
  1. Data Subyektif
Identitas  Pasien
Nama                         : Tn. ”K”
Umur                          : 49 tahun
Jenis Kelamin             : Laki-laki
Agama                       : Islam
Status Marital            : Menikah
Suku Bangsa              : Indonesia / Jawa
Alamat                       : Betek Mojoagung
Pekerjaan                   : Swasta

  1. Penanggung Jawab   
Nama                         : Ny. ”K”
Umur                          : 45 tahun
Jenis Kelamin             : Perempuan
Agama                       : Islam
Status                         : Istri
Pekerjaan                   : Swasta

  1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri di bagian perut bawah sebelah kanan

  1. Riwayat Kesehatan
    1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan sakit perut karena kurang nafsu makan, sakitnya seperti di tusuk-tusuk. Pasien sakit perut di sebelah kanan bagian bawah, skala nyeri menurut Maxwell 3, nyeri pasien bertambah, sehingga pada tanggal 24 Juli 2010 pada jam 12.30 WIB pasien dibawa ke RSUD Jombang.


  1. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular, menurun dan menahun.

  1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu psaien mengatakan keluarganya tidak pernah menderita penyakit menurun dan menular dalam keluarga.

  1. Data Obyektif
    1. K/U             : Lemah
Kesadaran   : Composmentis
  1. TTV
TD    : 130/90 mmHg
N       : 82 x/menit
D       : 36,5 oC
RR    : 24 x/menit
  1. Riwayat kesehatan sekarang
P     : Banyaknya aktivitas, kurangnya istirahat
Q    : Tersayat
R    : Kepala
S     : Berat (8-9)
T     : Lama nyeri 3 hari

  1. Pemeriksaan fisik (Head to too)
    1. Kepala
Inspeksi   :  Bentuk simetris, rambut hitam, tidak ada benjolan
Palpasi     :  Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan
  1. Mata
Inspeksi   :  Simetris, conjungtiva pucat, mata gawong, sklera merah
  1. Hidung
Inspeksi   :  Simetris, tidak ada sekret, tidak ada polip
  1. Mulut
Inspeksi   :  Bibir kering, gigi agak kotor, mulut bau dan tidak ada gigi palsu
  1. Telinga
Inspeksi   :  Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada alat bantu pendengaran
  1. Leher
Inspeksi   :  Tidak ada odema, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
  1. Dada
Inspeksi      :  Simetris, tidak ada benjolan
Palpasi        : Tidak ada oedema, ada nyeri tekan bagian tengah
Auskultasi   :  Tidak ada wheezing dan ronchi, pernafasan vesikuler normal (24 x/menit)
Perkusi        :  Suara dada sonar
  1. Abdomen
Inspeksi      :  Tidak ada benjolan, tidak ada lesi (luka)
Auskultasi  : Bising  usus normal (30 x/menit)
Palpasi        :  Turgor kulit, abdomen lunak, ada nyeri tekan
Perkusi        :  ± ympani
  1. Genetalia
Inspeksi      :  Tidak terpasang kateter, bersih
  1. Integumen
Inspeksi      :  Warna sawo matang, kering, kurang bersih
Palpasi        :  Tidak ada odema, turgor kulit normal
  1. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi   :  Simetris, tidak ada odema, terpasang infus di tangan kanan (infus Rl dengan 7 tetes/menit)
Ekstremitas Bawah
Inspeksi   :  Simetris, tidak ada odema, tidak ada kelumpuhan
Perkusi    : Reflek patella (+/+)
Kekuatan Otot
AKA
5
AKI
5
5
BKA
5
BKI
Keterangan :
AKA   : Atas Kanan,              BKA : Bawah Kanan
AKI     : Atas Kiri,                  BKI   : Bawah Kiri
  1. Tidak dapat mengangkat sama sekali
  2. Dapat mengangkat, tapi tidak begitu tinggi
  3. Dapat mengangkat, tetapi tidak dapat menahan beban
  4. Dapat mengangkat, dapat menahan beban harus di sanggah
  5. Dapat mengangkat dan dapat menahan beban yang ada
    1. Pola fungsi kesehatan
      1. Persepsi terhadap kesehatan
  • Pemakai rokok / tembakau
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah merokok
  • Pemakai alkohol
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang
  • Pola makan yang di sukai, pantangan, dan tidak di sukai pasien

  1. Pola aktifitas dan latihan
AKTIVITAS
Di rumah
Di rumah sakit
skor
Skor
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
Mandi
Ö





Ö



Berpakaian
Ö





Ö



Berdandan
Ö





Ö



Mobilisasi ditempat tidur
Ö






Ö


Pindah
Ö






Ö


Merapikan tempat tidur
Ö






Ö


Keterangan :
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : perlu bantuan orang lain
3 : perlu bantuan orang lain dan alat
4 : bergantung dan tidak mampu

  1. Pola istirahat dan tidur
Di rumah           :  Siang + 2 jam, dengan kualitas tidur cukup nyenyak
Malam + 6-7 jam, dengan kualitas tidur cukup nyenyak.
Di rumah sakit :  Tidak tentu, karena pasien di rumah sakit merasa nyeri perut bagian bawah sebelah kanan, sehingga pasien di rumah sakit merasa teranggu, kualitas tidur berkurang dari pada di rumah
  1. Pola nutrisi
Di rumah           :  Makan 3 x/hari, porsi sedang (nasi, lauk, sayur)
Minum 6 – 7 gelas/hari (air putih)
Di rumah sakit :  Makan 2 semdok sering mungkin selama 1 hari (bubur halus, sayur, daging)
Minum 6 – 7 gelas/hari air putih
  1. Pola eliminasi
Di rumah           :  BAK : 5 – 6 x/hari, warna kuning, agak keruh dan bau khas
BAB :  3 x/hari, warna kuning, lembek dan bau khas
Di rumah sakit :  BAK : 4 x/hari (warna kuning dan bau khas)
BAB : 3 x/hari (warna kuning, lembek dan bau khas)
  1. Personal Hygiene
Di rumah           :  Mandi 2 x/hari, gosok gigi 2 x/hari, keramas 1 x/3 hari, ganti baju dalam dan pakaian 1 x 2 hari
Di rumah sakit :  Belum pernah mandi, hanya diseka pagi dan sore hari (hanya bagian luar) sampai dengan (kaki dan wajah) belum pernah gosok gigi dan keramas, ganti pakaian 1 x/hari

  1. Keadaan Spiritual
Pasien mengatakan selalu berdoa agar cepat sembuh

  1. Keadaan Psikososial
Pasien mengatakan merasa gelisah dengan keadaan sekarang

  1. Keadaan Sosial dan Budaya
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan tetangga baik

  1. Data Penunjang
  • Hasil Laboratorium
HEMATOLOGI
HASIL
NILAI NORMAL
CELL DYN
-    Hemoglobin
-    Leukosit
-    Hematokrit
-    Eritrosit
-    Trombosit
LED
KIMIA KLINIK
-    Glukosa sewaktu
-    Billirubin T
-    Billrubin D
-    SGOT
-    SGPT
-    Kreatinin serum
-    Urea
-    Asam urat
IMUNOLOGI
-    HBS Ag (RPHA)
-    Anti HBS (RPHA)
-     
-    10,4
-    7.000
-    34,8
-    4.260.000
-    466.000
-    29/53

-    116
-    0,93
-    0,37
-    68
-    29
-    1,17
-    16,5
-    5,37

-    Positif
-    Negatif

-    11,4 – 17,7 g/dl
-    4.700 – 10.300 /cmm
-    37 – 48 %
-    L : 4,5 – 5,5 / P : 4 -5 jt/ul
-    150.000 – 350.000 / cmm
-    0 – 20 /jam

-    < 140 mg/dl
-    0,3 – 1,0 mg/dl
-    < 0,25 ng/dl
-    < 38 u/l
-    40 u/l
-    L < 1,5; P < 1,2 mg/dl
-    10 – 50 mg/dl
-    3,6 – 7,0 mg/dl





  • Terapi pengobatan
-          Infus Rl di tangan kiri (7 tetes/menit)
-          Ranitidin              2 x 1 (1 ampul)
-          Acran                   3 x 1 (1 ampul)
-          Hepa Q                3 x sehari
-          Cefotaximo          3 x 1 (1 ampul)
-          Myamit                3 x 1 tablet/oral

  1. II.           ANALISIS DATA     
Data
Etiologi
Masalah
Ds  :  Pasien mengatakan nyeri bagian bawah sebelah kanan
Do :  kesadaran composmentis
K/U lemah
TTV : TD : 120/80 mmHg
         : N   : 85 x/menit
           S    : 37,3 oC
           RR : 24 x/menit
Pemeriksaan fisik
Mata    : conjungtiva pucat
Cornea : bintik-bintik
Mulut   : mukosa bibir kering
-       Terpasang infus Rl di tangan  kanan
-       Pola nutrisi
Makan : ± 2 sendok/sehari
Minum : 6-7 gelas/sehari
-       Hasil laboratorium Hemoglobin 10,4
Pembesaran hepar yang mendesak organ lain
Gangguan rasa nyaman ”nyeri”


  1. III.        RENCANA KEPERAWATAN
Nama                         : Tn. ”K”
Dx Keperawatan
PERENCANAAN
RASIONAL
TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI
Gangguan rasa nyaman “nyeri” ditandai dengan
Dx :  pasien megatakan nyeri pada perut bawah bagian kanan
Do :  K/U lemah
-  Wajah pasien menyeringai
-  Ada nyeri tekan pada perut bagian kanan bawah
-  Sklera kuning
-  Abdomen kembung
-  Perut bagian kanan sedikit membesar
-  Skala nyeri 3 maxwell
-  Kuku kuning
-  Pasien memgangi perutnya
TTV : TD : 120/80 mmHg
         : N   : 85 x/menit
           RR : 20 x/menit
           S    : 37,5 oC
        

Setelah di lakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman (nyeri) dapat berkurang dengan kriteria
-  pasien mengatakan nyerinya berkurang
-  ekspresi wajah pasien tenang tidak meringis kesakitan
- skala nyeri 1 (maxwell)
- pasien dalam keadaan tenang
-  keadaan umum pasien membaik
1.   HE (health education)
-  lakukan pendekatan dengan pasien dan keluarganya
-   jelaskan tentang penyakit yang diderita pasien
1.   Tindakan mandiri
-  Ajarkan keluarga pasien dikompres perutnya dengan air hangat
-  Ajarkan pasien untuk latihan dengan teknik distraksi
-   Memposisikan pasien senyaman mungkin
1.   Observasi
-      Observasi TTV
-      Skala nyeri
1.   kolaborasi dengan tim medis

1. Respon pasien lebih terbuka dan menerima dengan baik
- Pasien lebih tenang dengan penjelasan perawat
1.    Mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien
-   Pasien perhatiannya tidak terfokus pada nyeri yang dialami pasien
-  Memberi kenyamanan bagi pasien untuk beristirahat
1.    mengetahui perkembangan setiap harinya
-   Mengetahui seberapa nyeri  yang dialami pasien
1.   pemberian obat yang tepat diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien
2.   Menjaga kebersihan tubuh pasien
3.   meningkatkan pengetahuan dan membuat pasien kooperatif



  1. IV.        IMPLEMENTASI
Nama      : Tn. ”K”
Masalah : gangguan rasa nyaman ”nyeri” pada perut bagian bawah sebelah kanan
Tanggal
Jam
No
Action
Respon
26 Juli 2010
14.00
1
Melakukan pendekatan pada pasien dan keluarga dengan cara 3S (senyum, sapa, sentuh)
1. keluarga pasien dan pasien ramah serta kooperatif
14.30
2
Melakukan tindakan TTV dengan hasil :
TD : 120/80 mmHg
N    : 75 x/menit
S     : 36,5 oC
RR  : 24 x/menit
2. pasien bersedia untuk diperika dan kooperatif
14.40
3
Melakukan monitoring terhadap nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien
3. pasien memperhatikan dan mau bekerja sama dengan perawat
14.45
4
Membantu pasien dalam kebersihan badan, mulut, rambut dan kuku
4. keluarga pasien bersedia menceritakan makanan yang dikonsumsi oleh pasien baik di rumah maupun di rumah sakit
15.00
5
Membantu pasien makan dalam jumlah sedikit tapi sering
5. pasien bersedia dan memperhatikan perawat
15.15
6
Memberitahu pasien untuk istirahat yang cukup
6. pasien kooperatif dan memenuhi permintaan perawat

15.30
7
Memberikan dan menyiapkan terapi obat sesuai advis dokter / tim medis
-      Ranitidin     1×1 gr(Inj.) 1 ampul
-      Acran          1×1 gr(Inj.) 1 ampul
-      Infus Rl 7 tetes/menit
-      Cefotaxime 3×1 gr tablet oral
-      Caprob        2×1 ampul/IV drip
-      Tomit          2×1 ampul/IV drip
7. pasien merasa tenang dan kooperatif


Tanggal
Jam
No
Action
Respon
27 Juli 2010
07.00
1
Melakukan pendekatan pada pasien dan keluarga dengan cara 3S
1. pasien dan keluarga kooperatif
08.00
2
Melakukan observasi TTV :
TD : 130/90 mmHg
S     : 37 oC
N    : 82 x/menit
RR  : 24 x/menit
2. pasien bersedia diperika dan kooperatif
08.15
3
Melakukan dan merapikan tempat tidur pasien
3. pasien merasa nyaman dan rileks  
08.30
4
Menyajikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
4. pasien bersedia dan bekerja sama dengan baik serta keluarga
09.00
5
Menyiapkan dan memberi obat sesuai tetapi tim medis yaitu
Acran 1×1 gram (inj) 1 ampul
Ranitidin 1×1 gram (inj) 1 ampul
5. pasien kooperatif dan merasa nyaman
09.30
6
Memberitahu pasien untuk istirahat yang cukup
6. pasien kooperatif

  1. V.           CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. “K”
No
Tanggal
Dx keperawatan
Perkembangan
1
26-07-2010
Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S    :  pasien mengatakan nyeri pada perut
O   :  K/U lemah
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N   : 79 x/menit
RR : 24 x/menit
S    : 36,5 oC
Terpasang infus Rl dan transfusi porsi makan : 2 sendok sesering mungkin
A   :  masalah teratasi sebagian
P    :  intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan program pengobatan
- Acran 3×1 gr
- Ranitidin 2×1 gram (1 inj)
2
27-07-2010
Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S    :  pasien mengatakan nyeri berkurang
O   :  K/U lemah
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N   : 80 x/menit
S    : 36 oC
RR : 22 x/menit
A   :  masalah teratasi sebagian
P    :  intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan program pengobatan
- Ranitidin 3×1 gram (1 inj)
- Acran 3×1 gr
- terpasang infus Rl saja porsi makan 2 sendok tapi sering
3
28-07-2010
Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S    :  pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu makan bertambah sedikit
O   :  K/U lemah
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 130/90 mmHg
S    : 37 oC
N   : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
A   :  masalah teratasi sebagian
P    :  intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan pengobatan
- Acran 3×1 gram (injk)
- Ranitidin 2×1 gram (injk)
- Deksal 2×1 gram (injk)
4
29-07-2010
Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S    :  pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu makan bertambah sedikit
O   :  K/U membaik
Kesadaran komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N   : 78 x/menit
S    : 37 oC
RR : 24 x/menit
Terpasang infus RL porsi makan sudah banyak
A   :  masalah teratasi sebagian
P    :  intervensi dilanjutkan
- Mengkaji status nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan pengobatan
- Acran 3×1 gram (injk)
- Ranitidin 2×1 gram (injk)

  1. VI.             EVALUASI

No
Tanggal / Jam
Diagnosis Keperawatan
Evaluasi
1
29 Juli 2010

Gangguan rasa nyaman “nyeri”
S   :  Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O  :  Keadaan umum : lemah
Kesadaran composmentis
GCS : 4, 5, 6
Tanda-Tanda Vital
TD    : 130/90 mmHg
S       : 37 oC
N      : 80 x/menit
RR    : 24 x/menit
A  :  masalah teratasi
P   :  intervensi dihentikan pasien pulang





DAFTAR PUSTAKA


Aziz, Alimul Hidayat , S.Kep., 2006 : 218
Aziz, Alimul Hidayat, 2008 : 1
Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit dalam Edisi Ke-5, Jakarta Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam 2009
Djojobiroto Dr. Respirologi  Jakarta DE, 2007 : 64 – 68)
Price, Sylvia Anderson dan Loraine MW, Patofisiologi Vol. I Edisi 6, Jakarta : EGC, 2005

1 komentar:

  1. Casinos Near Me - Jackson, MS - JTHub
    Casino hotels near me · Jackson, MS MS · Casinos Near Me · Jackson, MS · 상주 출장마사지 Jackson, MS 안성 출장마사지 · 평택 출장샵 Jackson, MS · Jackson Casino Resort · Jackson, MS 경산 출장마사지 · Jackson Casino 영주 출장샵

    BalasHapus