Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui
bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah
organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor
nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor)
ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor
dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus),
somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya
yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor
jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut
komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya
nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut
komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang
lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri
somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh
darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis
ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral
seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada
reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat
sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi
Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori
tentang terjadinya rangsangan nyeri di antaranya (Barbara Clang, 1989).
- Teori pemisahan (specificity theory)
Rangsangan sakit masuk
ke medulla spinalis (spinal coid) melalui corna dorsatis yang bersinaps di
daerah posterior. Kemudian naik ke kontraktus dan menyilang di garis median ke
sisi lainnya dan berakhirnya di konteks sensoris tempat rangsangan nyeri
tersebut.
- Teori pola (pattern theory)
Rangsangan nyeri masuk
melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan merangsang aktivitas sel.
- Teori pengendalian gerbang (gate control theory)
Nyeri tergantung dari
kerja serat otot saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion
dorsalis. Rangsangan pada serat syaraf besar akan meningkatkan aktifitas
substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga
aktifitas sel terlambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terlambat.
- Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulasi pada
noceciptor memulai transmisi impuls-impuls syarafi, sehingga transmisi impuls
nyeri menjadi efektif oleh neureurotranmitter yang spesifik, kemudian inhibisi
impul nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen
opiate sistem supresif.
(Hidayat, Aziz, 2008,
hal. 124)
Teori Pengontrolan
nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori
yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan
rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan
bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling
relevan (Tamsuri, 2007)
Teori gate control
dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini
mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan
impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan
tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan
aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur
proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan
substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu,
terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih
cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok
punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor,
apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka
akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan
jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi
di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen,
seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan
pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)
Respon Psikologis
respon psikologis
sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti
nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap
individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti
infeksi
3) Penyakit yang
berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan
ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk
berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan
terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus
ditoleransi
15) Bebas dari tanggung
jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian
arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa
lalu dan juga faktor sosial budaya
Respon fisiologis
terhadap nyeri
1) Stimulasi
Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran
bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart
rate
c) Vasokonstriksi
perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai
gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan
otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas
GI
2) Stimulus
Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan
irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan
keletihan
Respon tingkah laku
terhadap nyeri
1) Respon perilaku
terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal
(Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis,
Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh
(Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang
lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial,
Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami
nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang
berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan
keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis.
Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan
terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian
terhadap nyeri.
Meinhart &
McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi
(terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan
merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase
lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting,
terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi
(terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika
klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang
dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan
berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus
kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah
merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi
terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum
nyeri datang.
Keberadaan enkefalin
dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan
tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu,
individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan
sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa
mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,
vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang
digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat
harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan
nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak
mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat
untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi
ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat
nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan
kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien
mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri
berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan
yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk
meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Jenis dan Bentuk Nyeri
Jenis nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri :
1.
Nyeri perifer
Nyeri perifer ada tiga macam, yaitu :
a.
Nyeri superficial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan
mukosa.
b.
Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulai pada reseptor
nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks.
c.
Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan
penyebab nyeri.
2.
Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla
spinalis, batang otak, dan thalamus.
3.
Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan
kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali
nyeri ini muncul karena factor psikologis.
Bentuk nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan
nyeri kronis.
1.
Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6
bulan. Biasanya gejala mendadak dan penyebab serta lokasi nyeri sudah
diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan
yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2.
Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
Sumber nyeri bias diketahui ataupun tidak. Nyeri cenderung hilang dan timbul
dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri menjadi lebih dalam
sehingga penderita sulit untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri kronis
antara lain penderita mudah teringgung dan sering mengalami insomnia, akibatnya
mereka kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat
dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul pada periode waktu tertentu.
Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri.
Perbedaan nyeri Akur dan Kronis
Karakteristik
|
Nyeri Akut
|
Nyeri Kronis
|
Pengalaman
|
Satu kejadian
|
Satucsituasi, status
eksistensi
|
Sumber
|
Sebab eksternal atau
penyakit dari dalam
|
Tidak diketahui atau
pengobatan yang terlalu lama
|
Serangan
|
Mendadak
|
Bisa mendadak,
berkembang,dan terselubng
|
Waktu
|
Sampai 6 bulan
|
Lebih dari enam bulan
sampai bertahun-tahun
|
Pernyataan nyeri
|
Daerah nyeri tidak
diketahui dengan pasti
|
Daerah nyeri sulit
dibedakan intensitasnya, sehingga sulit dievaluasi (perubahan perasaan)
|
Gejala-gejalaklinis
|
Pola respons yang
khas dengan gejala yang lebih jelas
|
Pola respons yang
bervariasi dengan sedikit gejala (adaptasi)
|
Pola
|
Terbatas
|
Berlangsung
terus,dapat bervariasi
|
Perjalanan
|
Biasanya berkurang
setelah beberapa saat
|
Penderitaan meningkat
setelah beberapa saat
|
Selain nyeri diatas,
terdapat jenis nyeri yang spesifik, diantaranya nyeri somatis,nyeri viseral,
nyeri menjalar (referent pain), nyeri psikogenik,nyeri phantom dari
ekstremitas, nyer neurologis,dan lain-lain.
Nyeri somatis dan nyeri
viseral ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan dibawah kulit
(superfisial) pada otot dan tulang. Perbedaan antara keduanya dilihat pada
tabel berikut:
Karakteristik
|
Nyeri Somatis
|
|
Nyeri Viseral
|
|
Superfisial
|
Dalam
|
|
Menjalar
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
Stimulus
|
Torehan, abrasi
terlalu panas dan dingin
|
Torehan, panas,
iskemia pergeseran tempat
|
Distensi, iskemia,
spasmus, iritasi kimiawi (tidak ada torehan)
|
Reaksi otonom
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Refleks kontraksi
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Otot
|
-
|
-
|
-
|
Nyeri menjalar adalah
nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain, umumnya terjadi akibat kerusakan
pada cedera organ viseral. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui
secara fisik yang timbul akibat psikologis. Nyeri phantum adalah nyeri yang
disebabkan karena salah satu ekstremitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah
bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau dibeberapa jalur
saraf.
Faktor yang
mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa
mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.
Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena
mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990)
mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo
laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari
budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti
suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima
karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan
bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien
memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut
Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik
relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan
persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah
berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul,
maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi
nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif
akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang
maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan
sosial
Individu yang mengalami
nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan dan perlindungan
Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah
gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran
intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh
dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,
2007).
Menurut smeltzer, S.C
bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan :
secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang :
Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat :
secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
10 : Nyeri sangat berat
: Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling
subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut.
Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,
sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif
merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala
pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan
jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak
terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien
skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia
rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan
dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini
memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala
penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk
menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual
analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus,
yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus
dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak
waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala,
maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja
dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan
kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala
menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau
peningkatan (Potter, 2005).
ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH NYERI
- Pengkajian
- Pengumpulan Data
- Keluhan utama
- Keluhan yang paling dirasakan klien
- Klien mengatakan
nyeri
- P
: Paliatif : Faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri
- Q :
Qualitatif : Seperti apa, tajam, tumpul, atau tersayat
- R
: Regio : Daerah perjalan
nyeri
- S
: Severe : Keparahan atau intensitas
nyeri
- T
: Time : Lama waktu
serangan atau frequensi nyeri
- Pemeriksaan fisik
- Tanda-tanda vital : Tekanan
darah, nadi, pernafasan
- Perilaku
: Meletakkan tangan di paha, tungkai, dan paha flexi
- Expresi wajah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri kronik yang berhubungan dengan invasi
jaringan akibat kanker abdomen : Implementasi penatalaksanaan
obat dengan fentanya transdermi
Jelaskan pada pasien dan pasangannya tentang efek
samping yang diharapkan, jadwal penggantian patah, metode penanganan cara
pemecahan untuk nyeri aktif.
R : Obat transdermal menghindari absorbsi
gastrointestinal. Obat ini diindikasikan bagi klien yang mengalami nyeri yang
konstan (Joko dkk, 1994)
Ajarkan pasangan klien untuk melakukan massage
punggung dengan usapan lembut.
R : Massage punggung dengan usapan lembut dan
upaya yang mudah dilakukan, memakan aktu yang singkat dan telah terbukti
menyebabkan relaksasi (Meck, 1993).
- Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
stress
- I: Teliti
keluhan nyeri catat skala nyerinya, lokasi dan lamanya
R : Nyeri
merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien untuk
mengevaluasi keefektifan dan terapi yang diberikan.
- I : Catat kemungkinan patofisiologis
yang khas, misalnya Hipertensi
R : Pemahaman terhadap
keadaan penyakit yang mendasarinya membantu dalam memilih intervensi yang
sesuai
I :
Anjurkan pasien untuk beristirahat
R : Menurunkan
stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi ketegangan
- Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
penyempitan pembuluh darah.
- I :
Lakukan pendekatan dengan klien dan keluarga
R : Klien dan
keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan
- I : Kaji tingkat nyeri
R : Melakukan
tingkat nyeri dan untuk menentukan tindakan selanjutnya
- I : Ciptakan lingkungan yang nyaman
R : Memberikan
ketenangan pada pasien
- I : Kolaborasi dengan tim medis
R : Untuk
mengurangi rangsangan nyeri
- Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
kerusakan jaringan
- I : Lakukan
pendekatan dengan pasien dan keluarga
R : Agar pasien
dan keluarganya lebih kooperatif dalam tindakan keperawatan
- I : Kaji tingkat nyeri
R : Untuk
mengetahui tingkat nyeri
- I : Menciptakan lingkungan yang
nyaman
R : Untuk
memberikan ketenangan kepada pasien
- I : Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi
R : Untuk
mengurangi rasa nyeri
1.
I :
Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan analgesik
R : Untuk
mengurangi rasa nyeri
KRITERIA EVALUASI
Evaluasi terhadap
masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespon rangsangan
nyeri diantaranya :
- Hilangnya perasaan nyeri
- Menurunnya intensitas nyeri
- Adanya respon fisiologis yang baik
- Pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa keluhannya
1.
I.
PENGKAJIAN
Tanggal MRS
: 24 Juli 2010 jam 12.30 WIB
Tanggal pengkajian
: 26 Juli
2010 jam 11.30 WIB
- Data Subyektif
Identitas Pasien
Nama
: Tn. ”K”
Umur
: 49 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status
Marital :
Menikah
Suku
Bangsa
: Indonesia / Jawa
Alamat
: Betek Mojoagung
Pekerjaan
: Swasta
- Penanggung Jawab
Nama
: Ny. ”K”
Umur
: 45 tahun
Jenis
Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Istri
Pekerjaan
: Swasta
- Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri
di bagian perut bawah sebelah kanan
- Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan
Sekarang
Pasien mengatakan sakit
perut karena kurang nafsu makan, sakitnya seperti di tusuk-tusuk. Pasien sakit
perut di sebelah kanan bagian bawah, skala nyeri menurut Maxwell 3, nyeri
pasien bertambah, sehingga pada tanggal 24 Juli 2010 pada jam 12.30 WIB pasien
dibawa ke RSUD Jombang.
- Riwayat Kesehatan yang Lalu
Pasien mengatakan tidak
pernah menderita penyakit menular, menurun dan menahun.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu psaien mengatakan
keluarganya tidak pernah menderita penyakit menurun dan menular dalam keluarga.
- Data Obyektif
- K/U
: Lemah
Kesadaran :
Composmentis
- TTV
TD :
130/90 mmHg
N
: 82 x/menit
D
: 36,5 oC
RR :
24 x/menit
- Riwayat kesehatan sekarang
P
: Banyaknya aktivitas, kurangnya istirahat
Q :
Tersayat
R :
Kepala
S
: Berat (8-9)
T
: Lama nyeri 3 hari
- Pemeriksaan fisik (Head to too)
- Kepala
Inspeksi :
Bentuk simetris, rambut hitam, tidak ada benjolan
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan
- Mata
Inspeksi :
Simetris, conjungtiva pucat, mata gawong, sklera merah
- Hidung
Inspeksi :
Simetris, tidak ada sekret, tidak ada polip
- Mulut
Inspeksi :
Bibir kering, gigi agak kotor, mulut bau dan tidak ada gigi palsu
- Telinga
Inspeksi :
Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada alat
bantu pendengaran
- Leher
Inspeksi :
Tidak ada odema, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
- Dada
Inspeksi
: Simetris, tidak ada benjolan
Palpasi
: Tidak ada oedema, ada nyeri tekan bagian
tengah
Auskultasi
: Tidak ada wheezing dan ronchi, pernafasan vesikuler normal (24 x/menit)
Perkusi
: Suara dada sonar
- Abdomen
Inspeksi
: Tidak ada benjolan, tidak ada lesi (luka)
Auskultasi :
Bising usus normal (30 x/menit)
Palpasi
: Turgor kulit, abdomen lunak, ada
nyeri tekan
Perkusi
: ± ympani
- Genetalia
Inspeksi
: Tidak terpasang kateter, bersih
- Integumen
Inspeksi
: Warna sawo matang, kering, kurang bersih
Palpasi
: Tidak ada odema, turgor kulit
normal
- Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi :
Simetris, tidak ada odema, terpasang infus di tangan kanan (infus Rl dengan 7
tetes/menit)
Ekstremitas Bawah
Inspeksi :
Simetris, tidak ada odema, tidak ada kelumpuhan
Perkusi :
Reflek patella (+/+)
Kekuatan Otot
AKA
5
|
AKI
5
|
5
BKA
|
5
BKI
|
Keterangan :
AKA : Atas
Kanan,
BKA : Bawah Kanan
AKI
: Atas Kiri,
BKI : Bawah Kiri
- Tidak dapat mengangkat sama sekali
- Dapat mengangkat, tapi tidak begitu tinggi
- Dapat mengangkat, tetapi tidak dapat menahan
beban
- Dapat mengangkat, dapat menahan beban harus di
sanggah
- Dapat mengangkat dan dapat menahan beban yang ada
- Pola fungsi
kesehatan
- Persepsi
terhadap kesehatan
- Pemakai rokok / tembakau
Pasien mengatakan bahwa
pasien tidak pernah merokok
- Pemakai alkohol
Pasien mengatakan bahwa
pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang
- Pola makan yang di sukai, pantangan, dan tidak di
sukai pasien
- Pola aktifitas dan latihan
AKTIVITAS
|
Di rumah
|
Di rumah sakit
|
||||||||
skor
|
Skor
|
|||||||||
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
Mandi
|
Ö
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
|
Berpakaian
|
Ö
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
|
Berdandan
|
Ö
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
|
Mobilisasi ditempat
tidur
|
Ö
|
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
Pindah
|
Ö
|
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
Merapikan tempat
tidur
|
Ö
|
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
Keterangan :
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : perlu bantuan orang
lain
3 : perlu bantuan orang
lain dan alat
4 : bergantung dan
tidak mampu
- Pola istirahat dan tidur
Di rumah
: Siang + 2
jam, dengan kualitas tidur cukup nyenyak
Malam + 6-7 jam,
dengan kualitas tidur cukup nyenyak.
Di rumah sakit :
Tidak tentu, karena pasien di rumah sakit merasa nyeri perut bagian bawah
sebelah kanan, sehingga pasien di rumah sakit merasa teranggu, kualitas tidur
berkurang dari pada di rumah
- Pola nutrisi
Di rumah
: Makan 3 x/hari,
porsi sedang (nasi, lauk, sayur)
Minum 6 – 7 gelas/hari
(air putih)
Di rumah sakit :
Makan 2 semdok sering mungkin selama 1 hari (bubur halus, sayur, daging)
Minum 6 – 7 gelas/hari
air putih
- Pola eliminasi
Di rumah
: BAK : 5 – 6
x/hari, warna kuning, agak keruh dan bau khas
BAB : 3 x/hari,
warna kuning, lembek dan bau khas
Di rumah sakit :
BAK : 4 x/hari (warna kuning dan bau khas)
BAB : 3 x/hari (warna
kuning, lembek dan bau khas)
- Personal Hygiene
Di rumah
: Mandi 2 x/hari,
gosok gigi 2 x/hari, keramas 1 x/3 hari, ganti baju dalam dan pakaian 1 x 2
hari
Di rumah sakit :
Belum pernah mandi, hanya diseka pagi dan sore hari (hanya bagian luar) sampai
dengan (kaki dan wajah) belum pernah gosok gigi dan keramas, ganti pakaian 1
x/hari
- Keadaan Spiritual
Pasien mengatakan
selalu berdoa agar cepat sembuh
- Keadaan Psikososial
Pasien mengatakan
merasa gelisah dengan keadaan sekarang
- Keadaan Sosial dan Budaya
Pasien mengatakan
hubungan dengan keluarga dan tetangga baik
- Data Penunjang
- Hasil Laboratorium
HEMATOLOGI
|
HASIL
|
NILAI NORMAL
|
CELL DYN
-
Hemoglobin
-
Leukosit
-
Hematokrit
-
Eritrosit
-
Trombosit
LED
KIMIA KLINIK
-
Glukosa sewaktu
-
Billirubin T
-
Billrubin D
-
SGOT
-
SGPT
-
Kreatinin serum
-
Urea
-
Asam urat
IMUNOLOGI
-
HBS Ag (RPHA)
-
Anti HBS (RPHA)
|
-
-
10,4
-
7.000
-
34,8
-
4.260.000
-
466.000
-
29/53
-
116
-
0,93
-
0,37
-
68
-
29
-
1,17
-
16,5
-
5,37
-
Positif
-
Negatif
|
-
11,4 – 17,7 g/dl
-
4.700 – 10.300 /cmm
-
37 – 48 %
- L
: 4,5 – 5,5 / P : 4 -5 jt/ul
-
150.000 – 350.000 / cmm
- 0
– 20 /jam
-
< 140 mg/dl
- 0,3
– 1,0 mg/dl
-
< 0,25 ng/dl
-
< 38 u/l
-
40 u/l
- L
< 1,5; P < 1,2 mg/dl
-
10 – 50 mg/dl
-
3,6 – 7,0 mg/dl
|
- Terapi pengobatan
-
Infus Rl di tangan kiri (7 tetes/menit)
-
Ranitidin
2 x 1 (1 ampul)
-
Acran
3 x 1 (1 ampul)
-
Hepa
Q
3 x sehari
-
Cefotaximo 3 x 1 (1
ampul)
-
Myamit
3 x 1 tablet/oral
- II.
ANALISIS DATA
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
Ds :
Pasien mengatakan nyeri bagian bawah sebelah kanan
Do : kesadaran
composmentis
K/U lemah
TTV : TD : 120/80
mmHg
: N : 85 x/menit
S : 37,3 oC
RR : 24 x/menit
Pemeriksaan fisik
Mata
: conjungtiva pucat
Cornea : bintik-bintik
Mulut :
mukosa bibir kering
-
Terpasang infus Rl di tangan kanan
-
Pola nutrisi
Makan : ± 2
sendok/sehari
Minum : 6-7
gelas/sehari
-
Hasil laboratorium Hemoglobin 10,4
|
Pembesaran hepar yang
mendesak organ lain
|
Gangguan rasa nyaman
”nyeri”
|
- III.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama
: Tn. ”K”
Dx Keperawatan
|
PERENCANAAN
|
RASIONAL
|
|
TUJUAN DAN KRITERIA
|
INTERVENSI
|
||
Gangguan rasa nyaman
“nyeri” ditandai dengan
Dx : pasien
megatakan nyeri pada perut bawah bagian kanan
Do : K/U lemah
- Wajah
pasien menyeringai
- Ada
nyeri tekan pada perut bagian kanan bawah
- Sklera
kuning
- Abdomen
kembung
- Perut
bagian kanan sedikit membesar
- Skala
nyeri 3 maxwell
- Kuku
kuning
- Pasien
memgangi perutnya
TTV : TD : 120/80
mmHg
: N : 85 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37,5 oC
|
Setelah di lakukan
tindakan 3 x 24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman (nyeri) dapat berkurang
dengan kriteria
- pasien
mengatakan nyerinya berkurang
- ekspresi
wajah pasien tenang tidak meringis kesakitan
- skala nyeri 1
(maxwell)
- pasien dalam
keadaan tenang
- keadaan umum
pasien membaik
|
1.
HE (health education)
- lakukan
pendekatan dengan pasien dan keluarganya
- jelaskan
tentang penyakit yang diderita pasien
1.
Tindakan mandiri
- Ajarkan
keluarga pasien dikompres perutnya dengan air hangat
- Ajarkan
pasien untuk latihan dengan teknik distraksi
- Memposisikan
pasien senyaman mungkin
1.
Observasi
-
Observasi TTV
-
Skala nyeri
1.
kolaborasi dengan tim
medis
|
1. Respon pasien lebih terbuka dan menerima dengan
baik
- Pasien lebih tenang
dengan penjelasan perawat
1.
Mengurangi rasa nyeri
yang dialami pasien
- Pasien
perhatiannya tidak terfokus pada nyeri yang dialami pasien
- Memberi
kenyamanan bagi pasien untuk beristirahat
1.
mengetahui perkembangan setiap harinya
- Mengetahui
seberapa nyeri yang dialami pasien
1. pemberian obat yang tepat diharapkan dapat
mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien
2.
Menjaga kebersihan
tubuh pasien
3.
meningkatkan pengetahuan
dan membuat pasien kooperatif
|
- IV.
IMPLEMENTASI
Nama
: Tn. ”K”
Masalah : gangguan rasa
nyaman ”nyeri” pada perut bagian bawah sebelah kanan
Tanggal
|
Jam
|
No
|
Action
|
Respon
|
26 Juli 2010
|
14.00
|
1
|
Melakukan pendekatan
pada pasien dan keluarga dengan cara 3S (senyum, sapa, sentuh)
|
1. keluarga pasien
dan pasien ramah serta kooperatif
|
14.30
|
2
|
Melakukan tindakan
TTV dengan hasil :
TD : 120/80 mmHg
N :
75 x/menit
S
: 36,5 oC
RR : 24 x/menit
|
2. pasien bersedia
untuk diperika dan kooperatif
|
|
14.40
|
3
|
Melakukan monitoring
terhadap nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien
|
3. pasien
memperhatikan dan mau bekerja sama dengan perawat
|
|
14.45
|
4
|
Membantu pasien dalam
kebersihan badan, mulut, rambut dan kuku
|
4. keluarga pasien
bersedia menceritakan makanan yang dikonsumsi oleh pasien baik di rumah
maupun di rumah sakit
|
|
15.00
|
5
|
Membantu pasien makan
dalam jumlah sedikit tapi sering
|
5. pasien bersedia
dan memperhatikan perawat
|
|
15.15
|
6
|
Memberitahu pasien
untuk istirahat yang cukup
|
6. pasien kooperatif
dan memenuhi permintaan perawat
|
|
|
15.30
|
7
|
Memberikan dan
menyiapkan terapi obat sesuai advis dokter / tim medis
-
Ranitidin 1×1 gr(Inj.) 1 ampul
-
Acran 1×1 gr(Inj.) 1
ampul
-
Infus Rl 7 tetes/menit
-
Cefotaxime 3×1 gr tablet oral
-
Caprob 2×1 ampul/IV drip
-
Tomit 2×1 ampul/IV drip
|
7. pasien merasa
tenang dan kooperatif
|
Tanggal
|
Jam
|
No
|
Action
|
Respon
|
27 Juli 2010
|
07.00
|
1
|
Melakukan pendekatan
pada pasien dan keluarga dengan cara 3S
|
1. pasien dan
keluarga kooperatif
|
08.00
|
2
|
Melakukan observasi
TTV :
TD : 130/90 mmHg
S
: 37 oC
N :
82 x/menit
RR : 24 x/menit
|
2. pasien bersedia
diperika dan kooperatif
|
|
08.15
|
3
|
Melakukan dan
merapikan tempat tidur pasien
|
3. pasien merasa
nyaman dan rileks
|
|
08.30
|
4
|
Menyajikan makanan
dalam porsi sedikit tapi sering
|
4. pasien bersedia
dan bekerja sama dengan baik serta keluarga
|
|
09.00
|
5
|
Menyiapkan dan
memberi obat sesuai tetapi tim medis yaitu
Acran 1×1 gram (inj)
1 ampul
Ranitidin 1×1 gram
(inj) 1 ampul
|
5. pasien kooperatif
dan merasa nyaman
|
|
09.30
|
6
|
Memberitahu pasien
untuk istirahat yang cukup
|
6. pasien kooperatif
|
- V.
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. “K”
No
|
Tanggal
|
Dx keperawatan
|
Perkembangan
|
1
|
26-07-2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S
: pasien mengatakan nyeri pada perut
O :
K/U lemah
Kesadaran
komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N : 79
x/menit
RR : 24 x/menit
S :
36,5 oC
Terpasang infus Rl
dan transfusi porsi makan : 2 sendok sesering mungkin
A :
masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala
nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan program
pengobatan
- Acran 3×1 gr
- Ranitidin 2×1 gram
(1 inj)
|
2
|
27-07-2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S
: pasien mengatakan nyeri berkurang
O :
K/U lemah
Kesadaran
komposmentis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N : 80
x/menit
S :
36 oC
RR : 22 x/menit
A :
masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala
nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan program
pengobatan
- Ranitidin 3×1 gram
(1 inj)
- Acran 3×1 gr
- terpasang infus Rl
saja porsi makan 2 sendok tapi sering
|
3
|
28-07-2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S
: pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu makan bertambah sedikit
O :
K/U lemah
Kesadaran
komposmentis
TTV :
TD : 130/90 mmHg
S :
37 oC
N : 80
x/menit
RR : 20 x/menit
A :
masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala
nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan
pengobatan
- Acran 3×1 gram
(injk)
- Ranitidin 2×1 gram
(injk)
- Deksal 2×1 gram
(injk)
|
4
|
29-07-2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S
: pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu makan bertambah sedikit
O :
K/U membaik
Kesadaran
komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N : 78
x/menit
S :
37 oC
RR : 24 x/menit
Terpasang infus RL
porsi makan sudah banyak
A :
masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
- Mengkaji status
nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan
pengobatan
- Acran 3×1 gram
(injk)
- Ranitidin 2×1 gram
(injk)
|
- VI.
EVALUASI
No
|
Tanggal / Jam
|
Diagnosis
Keperawatan
|
Evaluasi
|
1
|
29 Juli 2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S :
Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O :
Keadaan umum : lemah
Kesadaran
composmentis
GCS : 4, 5, 6
Tanda-Tanda Vital
TD
: 130/90 mmHg
S
: 37 oC
N
: 80 x/menit
RR
: 24 x/menit
A :
masalah teratasi
P :
intervensi dihentikan pasien pulang
|
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Alimul Hidayat ,
S.Kep., 2006 : 218
Aziz, Alimul Hidayat,
2008 : 1
Sudoyo WA, Setyo Hadi
B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit dalam Edisi Ke-5, Jakarta Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam 2009
Djojobiroto Dr.
Respirologi Jakarta DE, 2007 : 64 – 68)
Price, Sylvia Anderson
dan Loraine MW, Patofisiologi Vol. I Edisi 6, Jakarta : EGC, 2005
Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui
bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan
Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah
organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang
berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor
nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor)
ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor
dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus),
somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya
yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor
jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta
Merupakan serabut
komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya
nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut
komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang
lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri
somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh
darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis
ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral
seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada
reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat
sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi
Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori
tentang terjadinya rangsangan nyeri di antaranya (Barbara Clang, 1989).
- Teori pemisahan (specificity theory)
Rangsangan sakit masuk
ke medulla spinalis (spinal coid) melalui corna dorsatis yang bersinaps di
daerah posterior. Kemudian naik ke kontraktus dan menyilang di garis median ke
sisi lainnya dan berakhirnya di konteks sensoris tempat rangsangan nyeri
tersebut.
- Teori pola (pattern theory)
Rangsangan nyeri masuk
melalui akar ganglion dorsal ke medula spinalis dan merangsang aktivitas sel.
- Teori pengendalian gerbang (gate control theory)
Nyeri tergantung dari
kerja serat otot saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion
dorsalis. Rangsangan pada serat syaraf besar akan meningkatkan aktifitas
substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga
aktifitas sel terlambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terlambat.
- Teori transmisi dan inhibisi
Adanya stimulasi pada
noceciptor memulai transmisi impuls-impuls syarafi, sehingga transmisi impuls
nyeri menjadi efektif oleh neureurotranmitter yang spesifik, kemudian inhibisi
impul nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen
opiate sistem supresif.
(Hidayat, Aziz, 2008,
hal. 124)
Teori Pengontrolan
nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori
yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan
rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan
bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling
relevan (Tamsuri, 2007)
Teori gate control
dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini
mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan
impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan
tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan
aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur
proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan
substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu,
terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih
cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok
punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor,
apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka
akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan
jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi
di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen,
seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan
pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005)
Respon Psikologis
respon psikologis
sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti
nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap
individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti
infeksi
3) Penyakit yang
berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan
ketidakmampuan
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk
berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan
terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus
ditoleransi
15) Bebas dari tanggung
jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian
arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa
lalu dan juga faktor sosial budaya
Respon fisiologis
terhadap nyeri
1) Stimulasi
Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran
bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart
rate
c) Vasokonstriksi
perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai
gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan
otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas
GI
2) Stimulus
Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan
irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan
keletihan
Respon tingkah laku
terhadap nyeri
1) Respon perilaku
terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal
(Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis,
Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh
(Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang
lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial,
Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami
nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang
berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan
keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis.
Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan
terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian
terhadap nyeri.
Meinhart &
McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi
(terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan
merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase
lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting,
terutama dalam memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi
(terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika
klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang
dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan
berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus
kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah
merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi
terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang
toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum
nyeri datang.
Keberadaan enkefalin
dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan
tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu,
individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan
sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa
mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,
vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang
digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat
harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan
nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak
mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat
untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi
ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat
nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan
kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien
mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri
berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan
yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk
meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
Jenis dan Bentuk Nyeri
Jenis nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri :
1.
Nyeri perifer
Nyeri perifer ada tiga macam, yaitu :
a.
Nyeri superficial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan
mukosa.
b.
Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulai pada reseptor
nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks.
c.
Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan
penyebab nyeri.
2.
Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla
spinalis, batang otak, dan thalamus.
3.
Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan
kata lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali
nyeri ini muncul karena factor psikologis.
Bentuk nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan
nyeri kronis.
1.
Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6
bulan. Biasanya gejala mendadak dan penyebab serta lokasi nyeri sudah
diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan
yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2.
Nyeri kronis
Nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
Sumber nyeri bias diketahui ataupun tidak. Nyeri cenderung hilang dan timbul
dan biasanya tidak dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri menjadi lebih dalam
sehingga penderita sulit untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri kronis
antara lain penderita mudah teringgung dan sering mengalami insomnia, akibatnya
mereka kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan terisolir dari kerabat
dan keluarga. Nyeri kronis biasanya hilang timbul pada periode waktu tertentu.
Ada kalanya penderita terbebas dari rasa nyeri.
Perbedaan nyeri Akur dan Kronis
Karakteristik
|
Nyeri Akut
|
Nyeri Kronis
|
Pengalaman
|
Satu kejadian
|
Satucsituasi, status
eksistensi
|
Sumber
|
Sebab eksternal atau
penyakit dari dalam
|
Tidak diketahui atau
pengobatan yang terlalu lama
|
Serangan
|
Mendadak
|
Bisa mendadak,
berkembang,dan terselubng
|
Waktu
|
Sampai 6 bulan
|
Lebih dari enam bulan
sampai bertahun-tahun
|
Pernyataan nyeri
|
Daerah nyeri tidak
diketahui dengan pasti
|
Daerah nyeri sulit
dibedakan intensitasnya, sehingga sulit dievaluasi (perubahan perasaan)
|
Gejala-gejalaklinis
|
Pola respons yang
khas dengan gejala yang lebih jelas
|
Pola respons yang
bervariasi dengan sedikit gejala (adaptasi)
|
Pola
|
Terbatas
|
Berlangsung
terus,dapat bervariasi
|
Perjalanan
|
Biasanya berkurang
setelah beberapa saat
|
Penderitaan meningkat
setelah beberapa saat
|
Selain nyeri diatas,
terdapat jenis nyeri yang spesifik, diantaranya nyeri somatis,nyeri viseral,
nyeri menjalar (referent pain), nyeri psikogenik,nyeri phantom dari
ekstremitas, nyer neurologis,dan lain-lain.
Nyeri somatis dan nyeri
viseral ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan dibawah kulit
(superfisial) pada otot dan tulang. Perbedaan antara keduanya dilihat pada
tabel berikut:
Karakteristik
|
Nyeri Somatis
|
|
Nyeri Viseral
|
|
Superfisial
|
Dalam
|
|
Menjalar
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
Stimulus
|
Torehan, abrasi
terlalu panas dan dingin
|
Torehan, panas,
iskemia pergeseran tempat
|
Distensi, iskemia,
spasmus, iritasi kimiawi (tidak ada torehan)
|
Reaksi otonom
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Refleks kontraksi
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Otot
|
-
|
-
|
-
|
Nyeri menjalar adalah
nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain, umumnya terjadi akibat kerusakan
pada cedera organ viseral. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui
secara fisik yang timbul akibat psikologis. Nyeri phantum adalah nyeri yang
disebabkan karena salah satu ekstremitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah
bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau dibeberapa jalur
saraf.
Faktor yang
mempengaruhi respon nyeri
1) Usia
Anak belum bisa
mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.
Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena
mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka
takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Gill (1990)
mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo
laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari
budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti
suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima
karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan
bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien
memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut
Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik
relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan
persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah
berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul,
maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi
nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif
akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang
maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9) Support keluarga dan
sosial
Individu yang mengalami
nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk
memperoleh dukungan dan perlindungan
Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah
gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran
intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam
intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh
dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.
Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,
2007).
Menurut smeltzer, S.C
bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan :
secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang :
Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat :
secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
10 : Nyeri sangat berat
: Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling
subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut.
Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan,
sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif
merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala
pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan
jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak
terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien
skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia
rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan
dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini
memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala
penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk
menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual
analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus,
yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari
pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus
dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak
waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala,
maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja
dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan
kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala
menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau
peningkatan (Potter, 2005).
ASUHAN KEPERAWATAN MASALAH NYERI
- Pengkajian
- Pengumpulan Data
- Keluhan utama
- Keluhan yang paling dirasakan klien
- Klien mengatakan
nyeri
- P
: Paliatif : Faktor yang mempengaruhi gawat atau
ringannya nyeri
- Q :
Qualitatif : Seperti apa, tajam, tumpul, atau tersayat
- R
: Regio : Daerah perjalan
nyeri
- S
: Severe : Keparahan atau intensitas
nyeri
- T
: Time : Lama waktu
serangan atau frequensi nyeri
- Pemeriksaan fisik
- Tanda-tanda vital : Tekanan
darah, nadi, pernafasan
- Perilaku
: Meletakkan tangan di paha, tungkai, dan paha flexi
- Expresi wajah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri kronik yang berhubungan dengan invasi
jaringan akibat kanker abdomen : Implementasi penatalaksanaan
obat dengan fentanya transdermi
Jelaskan pada pasien dan pasangannya tentang efek
samping yang diharapkan, jadwal penggantian patah, metode penanganan cara
pemecahan untuk nyeri aktif.
R : Obat transdermal menghindari absorbsi
gastrointestinal. Obat ini diindikasikan bagi klien yang mengalami nyeri yang
konstan (Joko dkk, 1994)
Ajarkan pasangan klien untuk melakukan massage
punggung dengan usapan lembut.
R : Massage punggung dengan usapan lembut dan
upaya yang mudah dilakukan, memakan aktu yang singkat dan telah terbukti
menyebabkan relaksasi (Meck, 1993).
- Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
stress
- I: Teliti
keluhan nyeri catat skala nyerinya, lokasi dan lamanya
R : Nyeri
merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien untuk
mengevaluasi keefektifan dan terapi yang diberikan.
- I : Catat kemungkinan patofisiologis
yang khas, misalnya Hipertensi
R : Pemahaman terhadap
keadaan penyakit yang mendasarinya membantu dalam memilih intervensi yang
sesuai
I :
Anjurkan pasien untuk beristirahat
R : Menurunkan
stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi ketegangan
- Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
penyempitan pembuluh darah.
- I :
Lakukan pendekatan dengan klien dan keluarga
R : Klien dan
keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan
- I : Kaji tingkat nyeri
R : Melakukan
tingkat nyeri dan untuk menentukan tindakan selanjutnya
- I : Ciptakan lingkungan yang nyaman
R : Memberikan
ketenangan pada pasien
- I : Kolaborasi dengan tim medis
R : Untuk
mengurangi rangsangan nyeri
- Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
kerusakan jaringan
- I : Lakukan
pendekatan dengan pasien dan keluarga
R : Agar pasien
dan keluarganya lebih kooperatif dalam tindakan keperawatan
- I : Kaji tingkat nyeri
R : Untuk
mengetahui tingkat nyeri
- I : Menciptakan lingkungan yang
nyaman
R : Untuk
memberikan ketenangan kepada pasien
- I : Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi
R : Untuk
mengurangi rasa nyeri
1.
I :
Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan analgesik
R : Untuk
mengurangi rasa nyeri
KRITERIA EVALUASI
Evaluasi terhadap
masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespon rangsangan
nyeri diantaranya :
- Hilangnya perasaan nyeri
- Menurunnya intensitas nyeri
- Adanya respon fisiologis yang baik
- Pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa keluhannya
1.
I.
PENGKAJIAN
Tanggal MRS
: 24 Juli 2010 jam 12.30 WIB
Tanggal pengkajian
: 26 Juli
2010 jam 11.30 WIB
- Data Subyektif
Identitas Pasien
Nama
: Tn. ”K”
Umur
: 49 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status
Marital :
Menikah
Suku
Bangsa
: Indonesia / Jawa
Alamat
: Betek Mojoagung
Pekerjaan
: Swasta
- Penanggung Jawab
Nama
: Ny. ”K”
Umur
: 45 tahun
Jenis
Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Istri
Pekerjaan
: Swasta
- Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri
di bagian perut bawah sebelah kanan
- Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan
Sekarang
Pasien mengatakan sakit
perut karena kurang nafsu makan, sakitnya seperti di tusuk-tusuk. Pasien sakit
perut di sebelah kanan bagian bawah, skala nyeri menurut Maxwell 3, nyeri
pasien bertambah, sehingga pada tanggal 24 Juli 2010 pada jam 12.30 WIB pasien
dibawa ke RSUD Jombang.
- Riwayat Kesehatan yang Lalu
Pasien mengatakan tidak
pernah menderita penyakit menular, menurun dan menahun.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu psaien mengatakan
keluarganya tidak pernah menderita penyakit menurun dan menular dalam keluarga.
- Data Obyektif
- K/U
: Lemah
Kesadaran :
Composmentis
- TTV
TD :
130/90 mmHg
N
: 82 x/menit
D
: 36,5 oC
RR :
24 x/menit
- Riwayat kesehatan sekarang
P
: Banyaknya aktivitas, kurangnya istirahat
Q :
Tersayat
R :
Kepala
S
: Berat (8-9)
T
: Lama nyeri 3 hari
- Pemeriksaan fisik (Head to too)
- Kepala
Inspeksi :
Bentuk simetris, rambut hitam, tidak ada benjolan
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan
- Mata
Inspeksi :
Simetris, conjungtiva pucat, mata gawong, sklera merah
- Hidung
Inspeksi :
Simetris, tidak ada sekret, tidak ada polip
- Mulut
Inspeksi :
Bibir kering, gigi agak kotor, mulut bau dan tidak ada gigi palsu
- Telinga
Inspeksi :
Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada alat
bantu pendengaran
- Leher
Inspeksi :
Tidak ada odema, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
- Dada
Inspeksi
: Simetris, tidak ada benjolan
Palpasi
: Tidak ada oedema, ada nyeri tekan bagian
tengah
Auskultasi
: Tidak ada wheezing dan ronchi, pernafasan vesikuler normal (24 x/menit)
Perkusi
: Suara dada sonar
- Abdomen
Inspeksi
: Tidak ada benjolan, tidak ada lesi (luka)
Auskultasi :
Bising usus normal (30 x/menit)
Palpasi
: Turgor kulit, abdomen lunak, ada
nyeri tekan
Perkusi
: ± ympani
- Genetalia
Inspeksi
: Tidak terpasang kateter, bersih
- Integumen
Inspeksi
: Warna sawo matang, kering, kurang bersih
Palpasi
: Tidak ada odema, turgor kulit
normal
- Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi :
Simetris, tidak ada odema, terpasang infus di tangan kanan (infus Rl dengan 7
tetes/menit)
Ekstremitas Bawah
Inspeksi :
Simetris, tidak ada odema, tidak ada kelumpuhan
Perkusi :
Reflek patella (+/+)
Kekuatan Otot
AKA
5
|
AKI
5
|
5
BKA
|
5
BKI
|
Keterangan :
AKA : Atas
Kanan,
BKA : Bawah Kanan
AKI
: Atas Kiri,
BKI : Bawah Kiri
- Tidak dapat mengangkat sama sekali
- Dapat mengangkat, tapi tidak begitu tinggi
- Dapat mengangkat, tetapi tidak dapat menahan
beban
- Dapat mengangkat, dapat menahan beban harus di
sanggah
- Dapat mengangkat dan dapat menahan beban yang ada
- Pola fungsi
kesehatan
- Persepsi
terhadap kesehatan
- Pemakai rokok / tembakau
Pasien mengatakan bahwa
pasien tidak pernah merokok
- Pemakai alkohol
Pasien mengatakan bahwa
pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang
- Pola makan yang di sukai, pantangan, dan tidak di
sukai pasien
- Pola aktifitas dan latihan
AKTIVITAS
|
Di rumah
|
Di rumah sakit
|
||||||||
skor
|
Skor
|
|||||||||
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
Mandi
|
Ö
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
|
Berpakaian
|
Ö
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
|
Berdandan
|
Ö
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
|
Mobilisasi ditempat
tidur
|
Ö
|
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
Pindah
|
Ö
|
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
Merapikan tempat
tidur
|
Ö
|
|
|
|
|
|
|
Ö
|
|
|
Keterangan :
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : perlu bantuan orang
lain
3 : perlu bantuan orang
lain dan alat
4 : bergantung dan
tidak mampu
- Pola istirahat dan tidur
Di rumah
: Siang + 2
jam, dengan kualitas tidur cukup nyenyak
Malam + 6-7 jam,
dengan kualitas tidur cukup nyenyak.
Di rumah sakit :
Tidak tentu, karena pasien di rumah sakit merasa nyeri perut bagian bawah
sebelah kanan, sehingga pasien di rumah sakit merasa teranggu, kualitas tidur
berkurang dari pada di rumah
- Pola nutrisi
Di rumah
: Makan 3 x/hari,
porsi sedang (nasi, lauk, sayur)
Minum 6 – 7 gelas/hari
(air putih)
Di rumah sakit :
Makan 2 semdok sering mungkin selama 1 hari (bubur halus, sayur, daging)
Minum 6 – 7 gelas/hari
air putih
- Pola eliminasi
Di rumah
: BAK : 5 – 6
x/hari, warna kuning, agak keruh dan bau khas
BAB : 3 x/hari,
warna kuning, lembek dan bau khas
Di rumah sakit :
BAK : 4 x/hari (warna kuning dan bau khas)
BAB : 3 x/hari (warna
kuning, lembek dan bau khas)
- Personal Hygiene
Di rumah
: Mandi 2 x/hari,
gosok gigi 2 x/hari, keramas 1 x/3 hari, ganti baju dalam dan pakaian 1 x 2
hari
Di rumah sakit :
Belum pernah mandi, hanya diseka pagi dan sore hari (hanya bagian luar) sampai
dengan (kaki dan wajah) belum pernah gosok gigi dan keramas, ganti pakaian 1
x/hari
- Keadaan Spiritual
Pasien mengatakan
selalu berdoa agar cepat sembuh
- Keadaan Psikososial
Pasien mengatakan
merasa gelisah dengan keadaan sekarang
- Keadaan Sosial dan Budaya
Pasien mengatakan
hubungan dengan keluarga dan tetangga baik
- Data Penunjang
- Hasil Laboratorium
HEMATOLOGI
|
HASIL
|
NILAI NORMAL
|
CELL DYN
-
Hemoglobin
-
Leukosit
-
Hematokrit
-
Eritrosit
-
Trombosit
LED
KIMIA KLINIK
-
Glukosa sewaktu
-
Billirubin T
-
Billrubin D
-
SGOT
-
SGPT
-
Kreatinin serum
-
Urea
-
Asam urat
IMUNOLOGI
-
HBS Ag (RPHA)
-
Anti HBS (RPHA)
|
-
-
10,4
-
7.000
-
34,8
-
4.260.000
-
466.000
-
29/53
-
116
-
0,93
-
0,37
-
68
-
29
-
1,17
-
16,5
-
5,37
-
Positif
-
Negatif
|
-
11,4 – 17,7 g/dl
-
4.700 – 10.300 /cmm
-
37 – 48 %
- L
: 4,5 – 5,5 / P : 4 -5 jt/ul
-
150.000 – 350.000 / cmm
- 0
– 20 /jam
-
< 140 mg/dl
- 0,3
– 1,0 mg/dl
-
< 0,25 ng/dl
-
< 38 u/l
-
40 u/l
- L
< 1,5; P < 1,2 mg/dl
-
10 – 50 mg/dl
-
3,6 – 7,0 mg/dl
|
- Terapi pengobatan
-
Infus Rl di tangan kiri (7 tetes/menit)
-
Ranitidin
2 x 1 (1 ampul)
-
Acran
3 x 1 (1 ampul)
-
Hepa
Q
3 x sehari
-
Cefotaximo 3 x 1 (1
ampul)
-
Myamit
3 x 1 tablet/oral
- II.
ANALISIS DATA
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
Ds :
Pasien mengatakan nyeri bagian bawah sebelah kanan
Do : kesadaran
composmentis
K/U lemah
TTV : TD : 120/80
mmHg
: N : 85 x/menit
S : 37,3 oC
RR : 24 x/menit
Pemeriksaan fisik
Mata
: conjungtiva pucat
Cornea : bintik-bintik
Mulut :
mukosa bibir kering
-
Terpasang infus Rl di tangan kanan
-
Pola nutrisi
Makan : ± 2
sendok/sehari
Minum : 6-7
gelas/sehari
-
Hasil laboratorium Hemoglobin 10,4
|
Pembesaran hepar yang
mendesak organ lain
|
Gangguan rasa nyaman
”nyeri”
|
- III.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama
: Tn. ”K”
Dx Keperawatan
|
PERENCANAAN
|
RASIONAL
|
|
TUJUAN DAN KRITERIA
|
INTERVENSI
|
||
Gangguan rasa nyaman
“nyeri” ditandai dengan
Dx : pasien
megatakan nyeri pada perut bawah bagian kanan
Do : K/U lemah
- Wajah
pasien menyeringai
- Ada
nyeri tekan pada perut bagian kanan bawah
- Sklera
kuning
- Abdomen
kembung
- Perut
bagian kanan sedikit membesar
- Skala
nyeri 3 maxwell
- Kuku
kuning
- Pasien
memgangi perutnya
TTV : TD : 120/80
mmHg
: N : 85 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37,5 oC
|
Setelah di lakukan
tindakan 3 x 24 jam diharapkan gangguan rasa nyaman (nyeri) dapat berkurang
dengan kriteria
- pasien
mengatakan nyerinya berkurang
- ekspresi
wajah pasien tenang tidak meringis kesakitan
- skala nyeri 1
(maxwell)
- pasien dalam
keadaan tenang
- keadaan umum
pasien membaik
|
1.
HE (health education)
- lakukan
pendekatan dengan pasien dan keluarganya
- jelaskan
tentang penyakit yang diderita pasien
1.
Tindakan mandiri
- Ajarkan
keluarga pasien dikompres perutnya dengan air hangat
- Ajarkan
pasien untuk latihan dengan teknik distraksi
- Memposisikan
pasien senyaman mungkin
1.
Observasi
-
Observasi TTV
-
Skala nyeri
1.
kolaborasi dengan tim
medis
|
1. Respon pasien lebih terbuka dan menerima dengan
baik
- Pasien lebih tenang
dengan penjelasan perawat
1.
Mengurangi rasa nyeri
yang dialami pasien
- Pasien
perhatiannya tidak terfokus pada nyeri yang dialami pasien
- Memberi
kenyamanan bagi pasien untuk beristirahat
1.
mengetahui perkembangan setiap harinya
- Mengetahui
seberapa nyeri yang dialami pasien
1. pemberian obat yang tepat diharapkan dapat
mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien
2.
Menjaga kebersihan
tubuh pasien
3.
meningkatkan pengetahuan
dan membuat pasien kooperatif
|
- IV.
IMPLEMENTASI
Nama
: Tn. ”K”
Masalah : gangguan rasa
nyaman ”nyeri” pada perut bagian bawah sebelah kanan
Tanggal
|
Jam
|
No
|
Action
|
Respon
|
26 Juli 2010
|
14.00
|
1
|
Melakukan pendekatan
pada pasien dan keluarga dengan cara 3S (senyum, sapa, sentuh)
|
1. keluarga pasien
dan pasien ramah serta kooperatif
|
14.30
|
2
|
Melakukan tindakan
TTV dengan hasil :
TD : 120/80 mmHg
N :
75 x/menit
S
: 36,5 oC
RR : 24 x/menit
|
2. pasien bersedia
untuk diperika dan kooperatif
|
|
14.40
|
3
|
Melakukan monitoring
terhadap nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien
|
3. pasien
memperhatikan dan mau bekerja sama dengan perawat
|
|
14.45
|
4
|
Membantu pasien dalam
kebersihan badan, mulut, rambut dan kuku
|
4. keluarga pasien
bersedia menceritakan makanan yang dikonsumsi oleh pasien baik di rumah
maupun di rumah sakit
|
|
15.00
|
5
|
Membantu pasien makan
dalam jumlah sedikit tapi sering
|
5. pasien bersedia
dan memperhatikan perawat
|
|
15.15
|
6
|
Memberitahu pasien
untuk istirahat yang cukup
|
6. pasien kooperatif
dan memenuhi permintaan perawat
|
|
|
15.30
|
7
|
Memberikan dan
menyiapkan terapi obat sesuai advis dokter / tim medis
-
Ranitidin 1×1 gr(Inj.) 1 ampul
-
Acran 1×1 gr(Inj.) 1
ampul
-
Infus Rl 7 tetes/menit
-
Cefotaxime 3×1 gr tablet oral
-
Caprob 2×1 ampul/IV drip
-
Tomit 2×1 ampul/IV drip
|
7. pasien merasa
tenang dan kooperatif
|
Tanggal
|
Jam
|
No
|
Action
|
Respon
|
27 Juli 2010
|
07.00
|
1
|
Melakukan pendekatan
pada pasien dan keluarga dengan cara 3S
|
1. pasien dan
keluarga kooperatif
|
08.00
|
2
|
Melakukan observasi
TTV :
TD : 130/90 mmHg
S
: 37 oC
N :
82 x/menit
RR : 24 x/menit
|
2. pasien bersedia
diperika dan kooperatif
|
|
08.15
|
3
|
Melakukan dan
merapikan tempat tidur pasien
|
3. pasien merasa
nyaman dan rileks
|
|
08.30
|
4
|
Menyajikan makanan
dalam porsi sedikit tapi sering
|
4. pasien bersedia
dan bekerja sama dengan baik serta keluarga
|
|
09.00
|
5
|
Menyiapkan dan
memberi obat sesuai tetapi tim medis yaitu
Acran 1×1 gram (inj)
1 ampul
Ranitidin 1×1 gram
(inj) 1 ampul
|
5. pasien kooperatif
dan merasa nyaman
|
|
09.30
|
6
|
Memberitahu pasien
untuk istirahat yang cukup
|
6. pasien kooperatif
|
- V.
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn. “K”
No
|
Tanggal
|
Dx keperawatan
|
Perkembangan
|
1
|
26-07-2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S
: pasien mengatakan nyeri pada perut
O :
K/U lemah
Kesadaran
komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N : 79
x/menit
RR : 24 x/menit
S :
36,5 oC
Terpasang infus Rl
dan transfusi porsi makan : 2 sendok sesering mungkin
A :
masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala
nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan program
pengobatan
- Acran 3×1 gr
- Ranitidin 2×1 gram
(1 inj)
|
2
|
27-07-2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S
: pasien mengatakan nyeri berkurang
O :
K/U lemah
Kesadaran
komposmentis
TTV :
TD : 110/80 mmHg
N : 80
x/menit
S :
36 oC
RR : 22 x/menit
A :
masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala
nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan program
pengobatan
- Ranitidin 3×1 gram
(1 inj)
- Acran 3×1 gr
- terpasang infus Rl
saja porsi makan 2 sendok tapi sering
|
3
|
28-07-2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S
: pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu makan bertambah sedikit
O :
K/U lemah
Kesadaran
komposmentis
TTV :
TD : 130/90 mmHg
S :
37 oC
N : 80
x/menit
RR : 20 x/menit
A :
masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
- Mengkaji skala
nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan
pengobatan
- Acran 3×1 gram
(injk)
- Ranitidin 2×1 gram
(injk)
- Deksal 2×1 gram
(injk)
|
4
|
29-07-2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S
: pasien mengatakan nyeri berkurang, nafsu makan bertambah sedikit
O :
K/U membaik
Kesadaran
komposmentis
TTV :
TD : 120/90 mmHg
N : 78
x/menit
S :
37 oC
RR : 24 x/menit
Terpasang infus RL
porsi makan sudah banyak
A :
masalah teratasi sebagian
P
: intervensi dilanjutkan
- Mengkaji status
nyeri
- Observasi TTV
- Laksankan
pengobatan
- Acran 3×1 gram
(injk)
- Ranitidin 2×1 gram
(injk)
|
- VI.
EVALUASI
No
|
Tanggal / Jam
|
Diagnosis
Keperawatan
|
Evaluasi
|
1
|
29 Juli 2010
|
Gangguan rasa nyaman
“nyeri”
|
S :
Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O :
Keadaan umum : lemah
Kesadaran
composmentis
GCS : 4, 5, 6
Tanda-Tanda Vital
TD
: 130/90 mmHg
S
: 37 oC
N
: 80 x/menit
RR
: 24 x/menit
A :
masalah teratasi
P :
intervensi dihentikan pasien pulang
|
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Alimul Hidayat ,
S.Kep., 2006 : 218
Aziz, Alimul Hidayat,
2008 : 1
Sudoyo WA, Setyo Hadi
B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit dalam Edisi Ke-5, Jakarta Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam 2009
Djojobiroto Dr.
Respirologi Jakarta DE, 2007 : 64 – 68)
Price, Sylvia Anderson
dan Loraine MW, Patofisiologi Vol. I Edisi 6, Jakarta : EGC, 2005
Casinos Near Me - Jackson, MS - JTHub
BalasHapusCasino hotels near me · Jackson, MS MS · Casinos Near Me · Jackson, MS · 상주 출장마사지 Jackson, MS 안성 출장마사지 · 평택 출장샵 Jackson, MS · Jackson Casino Resort · Jackson, MS 경산 출장마사지 · Jackson Casino 영주 출장샵